Minim Pengetahuan, Tidak Tahu Fakta di Lapangan, Sok Ngatur

Daftar Isi

Fenomena Sok Ngatur Tanpa Dasar: Ketika Minim Pengetahuan Jadi Sumber Kekacauan


Kita hidup di era informasi, namun ironisnya, makin banyak orang merasa paling tahu tanpa benar-benar paham apa yang sedang dibicarakan. Fenomena ini kerap muncul dalam dunia kerja, organisasi, bahkan media sosial. Mereka yang tak punya pengalaman langsung atau minim wawasan justru tampil sebagai pengatur, memberi arahan, bahkan menentukan kebijakan. Apa sebenarnya yang terjadi?

1. Efek Dunning-Kruger: Sok Pintar Karena Tak Tahu Banyak

Fenomena ini dikenal dalam psikologi sebagai Dunning-Kruger Effect. Sebuah studi dari Cornell University (Kruger & Dunning, 1999) menemukan bahwa orang dengan kemampuan rendah cenderung melebih-lebihkan pengetahuannya karena mereka tidak menyadari keterbatasannya sendiri. Kebalikannya, orang yang benar-benar ahli justru sering meragukan diri karena menyadari kompleksitas persoalan.

“Semakin sedikit yang kau tahu, semakin yakin kau akan pendapatmu.” — Kruger & Dunning

2. Tidak Tahu Fakta Lapangan: Akarnya dari Ketidakterlibatan

Ketika seseorang tidak terjun langsung ke lapangan, maka ia hanya mengandalkan asumsi. Data yang ia miliki hanyalah teori tanpa verifikasi empiris. Dalam konteks manajemen, ini dikenal sebagai decoupling atau pemisahan antara pengambil kebijakan dan realita kerja. Studi dari Harvard Business Review (2021) menyoroti bahwa banyak organisasi mengalami kegagalan proyek karena keputusan dibuat tanpa mendengar pengalaman para pelaku di lapangan.

3. Dampak Nyata di Tempat Kerja: Kehilangan Moral dan Efisiensi

Ketika seseorang yang minim pengetahuan memaksakan kehendak:

  • Karyawan lapangan merasa tidak dihargai.
  • Keputusan menjadi tidak sesuai konteks.
  • Produktivitas menurun akibat miskomunikasi dan miskalkulasi.

Dalam jangka panjang, ini bisa mengakibatkan backlog kerja, frustasi tim, dan bahkan tingkat turnover yang tinggi. Organisasi akan kehilangan intellectual capital dan menghadapi biaya adaptasi ulang yang besar.

4. Mengapa Sok Ngatur Terjadi? 3 Penyebab Utama

  1. Ingin terlihat dominan di hadapan orang lain, meskipun tidak punya dasar kuat.
  2. Kekuasaan tanpa akuntabilitas — jabatan formal digunakan untuk menjustifikasi semua keputusan, walau keliru.
  3. Kurangnya budaya belajar — merasa tidak perlu bertanya atau mencari data.

5. Solusi: Budaya Rendah Hati dan Evidence-Based Thinking

Untuk mencegah kerusakan akibat “sok tahu dan sok ngatur,” berikut beberapa pendekatan ilmiah dan manajerial yang dapat diterapkan:

  • Biasakan pengambilan keputusan berbasis data (evidence-based management).
  • Wajibkan keterlibatan langsung dalam proses kerja sebelum membuat kebijakan.
  • Ciptakan ruang umpan balik agar karyawan bisa menyuarakan realita lapangan tanpa takut dijudge.
  • Latih pemimpin agar rendah hati secara intelektual (intellectual humility).

Penutup: Tahu Diri Itu Ilmu

Mengatur tanpa ilmu dan tanpa data hanya akan menghasilkan kekacauan. Dunia kerja, komunitas, bahkan kehidupan sosial memerlukan pemimpin dan pengambil keputusan yang sadar batas, tahu tempat, dan menghargai realita. Karena yang merasa tahu segalanya, justru sering tak tahu apa-apa.

"Semakin kau belajar, semakin kau sadar betapa banyak yang belum kau tahu." — Aristoteles


Posting Komentar