Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Teladan Hidup : Jangan Anggap Remeh


Malaikat itu menghampiri lelaki yang masih berwujud cahaya, mereka berada pada ruang kosong, cahaya terang menghiasi sekelilingnya. Malaikat mendekat merangkulnya dengan lembut, kemudian membisikkan sesuatu ketelinganya.
“Tuhan perintahkan kamu terlahir ke dunia, mau jadi apa kau kelak?” bisik malaikat membuat sosok lelaki itu bergetar hebat.
“Sudah sampai masa aku tinggalkan semua kesenangan ini, tempat indah beserta dengan seluruh isinya,” lelaki itu tampak termenung, membayangkan semua kenikmatan yang telah berlalu.
“Jika harus kau pilih kehidupan macam apa yang kamu mau, manusia?.” Kembali malaikat mengajukan pertanyaan padanya.
“Apakah semua akan tampak indah seperti ini?,” tanyanya, malaikat itu mendudukkan sosok yang dipeluknya itu, kemudian mengeluarkan cahaya terang.
“Kau diberi kesempatan untuk menjawab, namun tidak digunakan. Manusia sebentar lagi hari kelahiranmu tiba, bergegaslah sambut alam barumu,” ujar malaikat, sambil mengepakkan sayap lebarnya, selang beberapa detik kemudian, cahaya terang memenuhi seisi ruangan. Rasa perih merayapi seluruh indera penglihatan lelaki itu, tidak kunjung padam, makin lama terasa menyakitkan, hingga tidak mampu lagi bertahan dari rasa perih yang menusuk-nusuk inderanya. Sosok itu roboh, tidak sadarkan diri, seluruh kesadarannya hilang begitu saja, kuasa tuhan berlaku padanya, seluruh ingatannya lenyap tidak tersisa.
“Alangkah bodohnya kamu, menampik semua tawaran malaikat, pilihan Tuhan itu, kelak penyesanalan akan timbul akibat ulahmu manusia.” Terdengar suara setan menertawakan takdir yang baru diterima lelaki itu.
“Seandainya aku diberi kesempatan, tentu tidak akan mau terlahir seperti ini,” lelaki itu meratapi hidupnya, namun percuma saja, tidak akan ada lagi yang peduli, malaikat itu tidak akan pernah menemuinya lagi. ‘Terperangkap dalam taqdir’ Sebuah alasan akibat terlahir dalam ketidak sempurnaan.
***
Seorang remaja pengendara kursi roda melintas ditengah keramaian, semua mata beralih padanya, memandang dengan sorot mata tajam. Mengamati hingga lenyap dari pandangan. Kini remaja itu sudah sampai disebuah tempat, tidak kalah ramai dari jalanan sebelumnya. Bangunan pertokoan berjejer, tenda-tenda pedangang kaki lima berderet disepanjang jalan. Mata anak itu liar mengawas-awasi disetiap toko yang ada. toko emas, peralatan listrik, perabot rumah tangga, onderdil motor, sepersekian detik saja matanya mengembara kemana-mana, dari toko satu ketoko lain, sambil terus mengkayuh dua roda yang menjadi tunggangannya itu. Seluruh aktivitasnya terhenti didepan konter handphone. Remaja itu turun dari kursi rodanya, mengesot diantara keramaian, beberapa sorot mata memperhatikan tanpa kedip, sepasang kaki yang membengkok menjulur diatas tanah, celananya tampak kumal dan dekil. Didepan etalase mata lelaki cacat itu liar mengawasi berbagai macam merk handphone, perlahan tangan kanannya merogoh saku celana kumal, kemudian mengeluarkan beberapa potongan kertas. Beberapa kali dia menggedor kaca etalase bermaksud mencuri perhatian pelayan toko, menyerahkan potongan kertas padanya.  Tapi pelayan itu tidak peduli, pura-pura tidak tahu dengan kedatangannya.
“Mau apa nak?” tanya seorang pembeli berjongkok mensejajarkan tinggi badannya dengan remaja itu.
“Bapak bisa tolong angkat tubuhku, penting sekali,” pinta lelaki itu memelas
“kamu mau apa, minta uang shodaqoh ya” jawab sang bapak memandang dengan senyum mengembang.
“Aku pengen hape ini, bisakah bapak bantu angkat tubuhku ini, supaya mbak-mbak itu bisa melihatku,” tambahnya, bapak itu mengambil kertas yang disodorkan padanya, langsung diserahkan kertas itu pada pelayan toko.
“Dia mau beli handphone … “ suara bapak itu menyebutkan merek pada pelayan. Mendengar itu wanita penjaga konter melirik kearah lelaki cacat tadi, membungkuk mensandarkan bagian depan tubuhnya pada etalase konter.
“Bawa uang berapa?,” tanya mbak-mbak itu sinis
“Sekarang tidak ada uang … benarkah ada hape itu disini?” tanyanya kembali dengan nada memelas.
“Sialan menggangu saja …. Kalau mau tanya-tanya, di toko sebelah saja sana!” ujar wanita itu ketus, berpaling melayani pembeli lain.
“Hei mbak. Tinggal bilang ada atau tidak cukup simple kan, saya mau beli hape itu sekarang!!!” bentak remaja itu, membuat dirinya jadi bahan tontonan semua orang.
“Nih uang… jangan ganggu lagi ya, disini lagi rame” pelayan lain menghampiri lelaki itu sambil menyerahkan beberapa lembar uang dua ribuan.
“Maaf ya nak, kamu berniat mau beli hape itu ya” kembali bapak-bapak itu bertanya sambil mengeluarkan handphone dari dalam kantong celananya.
“Wah ternyata bapak punya,” raut muka lelaki cacat tadi tampak berubah melihat handphone yang dicarinya.
“Kamu mau beli, silahkan kalau mau, bapak jual dengan harga 10 juta gimana?,” ujar bapak-bapak tadi. Dalam hati dia berkata mana mungkin orang cacat seperti dia punya uang sebanyak itu.
“Benarkah bapak serius mau jual?.” Lelaki cacat itu menanggapi pertanyaannya bapak tadi dengan serius.
“Hahahahaha…Boleh, boleh 10 juta bagaimana?” tantangnya.
“Tapi sekarang saya tidak bawa duit pak,” jawab lelaki itu, disambut gelak tawa semua orang yang memperhatikan mereka.
“Hahahahaha…Kalau tidak ada duit kamu mau bayar pakai apa?” tambah bapak itu
“Jangan keseringan bermimpi. maklumi saja orang cacat seperti dia. Dasar!”  timpal salah satu orang yang berkerumun ditempat itu.
“Lagipula dapat ide darimana sih, siang bolong gini datang kemari. Bikin jengkel saja” keluh salah satu pelayan lain.
“Saya sekarang memang tidak ada uang, tapi saya akan membayarnya dengan ini!” jawab lelaki cacat itu jengkel, mengeluarkan kartu atm dari dalam tas kusutnya.
“Astaga…..!!! lelaki ini bawa kartu atm saudara-saudara” semua orang terperangah
“Apakah didalamnya sudah cukup, ini harganya 10 juta loh?!” tanya bapak tadi dengan nada sinis
“ Alahh paling juga seratus ribu” ujar pelayan yang berdebat tadi memandang remeh
“Bapak tolong bantu aku ambil uang ketempat itu…” ujar pria itu sambil menunjuk kearah mesin atm, sekitar 1km dari tempat mereka. Beberapa orang saling pandang, dalam pikirannya sama, apakah mungkin orang cacat seperti dia mampu beli hp dengan harga puluhan juta.
“Ok… bisa!... tapi awas kalau kamu ngerjain, akan aku bawa bawa kamu kekantor polisi. Karena telah menggangu kesibukan orang” ujar bapak tadi sambil menggendong tubuh lelaki cacat.
“ aku tidak menggangu kesibukan kok, mereka sendiri yang sedari tadi perhatikan saya,” ujarnya santai. Benar apa yang dikata, mungkin ini sudah hukum alam, setiap penyandang disabilitas akan jadi perhatian banyak orang, bukan karena elok, bentuk fisik abnormal digunakan sebagai alasan.
 Orang-orang berkumpul didepan mesin atm, bukan untuk mencairkan uang. Sebagian mereka sekedar ingin tahu jumlah uang yang dimiliki si cacat.
Bapak itu terbelalak melihat isi tabungan yang dimiliki pria cacat itu, setengah tidak percaya dia menggosok-gosok mata. tampak tertera nominal sembilan digit. Jumlah luar biasa banyaknya untuk ukuran orang cacat seperti dia.
“Maaf pak telah merepotkan, perkenalkan nama saya reynaldi. Saya datang kekota ini sengaja mencari-cari type hanphone milik bapak. Berkali-kali pesan lewat online jawaban selalu sama stok terbatas. Selalu kehibasan setiap restock. Menurut informasi dari anak buah saya konter tadi sering menyediakan handphone merk terbaru. Sial bagi saya beruntung ketemu bapak” tukas reynaldi menjelaskan perburuan barang yang di idam-idamkan.
“Bapak juga minta maaf, sudah merendahkan nak rey.” Jawab lelaki tua dengan wajah menunduk penuh penyesalan.
“Sebagai ucapan terimakasih karena sudah menggendong saya sejauh ini, hape bapak saya bayari 15 juta.” Ujar rey menyerahkan lembaran uang yang keluar dari mesin atm.
“Silahkan ambil, uang ini saya tukar dengan handphone milik bapak” ujar rey tampak puas dengan petualangannya.
“Dengan berat hati bapak lepas handphone ini, belum lama dibeli dari teman yang kerja diluar negeri, tapi karena bapak sendiri malu sama nak rey, bapak lepas juga akhirnya. Semoga awet ya”  proses jual beli antara kedua belah pihak akhirnya selesai, mereka sama-sama puas.
“Ada yang harus aku lakukan, tolong antarkan aku ketempat penjual hape tadi” kata rey sembari digendong  bapak-bapak tadi. Mereka berjalan meninggalkan ruang mesin atm. Beberapa orang menatap kearah mereka. Pusat perhatian tertuju pada kecacatan rey sebagian lagi penasaran dengan transaksi jual beli hape diantara keduanya. Tampaknya bapak tua itu mengerti maksud mereka, dia lalu mengelurkan lembaran uang sambil acungkan tangannya keatas. Sembari teriak.
“Lepas lima belas juta!!!” mendengar itu semua saling pandang, tidak percaya dengan nominal uang yang dimiliki lelaki penyandang disabilitas itu.
“Gila bener… kita telah salah menilai orang” ungkap mereka penuh penyesalan.
***
“Beli perdana sekalian pulsanya 100 ribu, sisanya ambil pengganti uang dua ribu yang kamu kasih ke saya tadi” ujar rey, seraya menyodorkan lima lembar uang ratusan ribu ke pelayan konter.
***
Disabilitas merupakan kekurangan yang tidak bisa terelakkan dari penyandangnya, bukan salah siapapun, bukan pula Tuhan, ataupula para pengidapnya. Mereka hanya butuh hidup dengan kehidupan normal. Karena siapapun tahu setiap jiwa yang terlahir kedunia bukan kehendaknya. Seandainya hidup bisa memilih, tentu akan pilih dengan kehidupan sempurna.
Dodi Jaya
Indramayu, 22 Desember 2018

Posting Komentar untuk "Kisah Teladan Hidup : Jangan Anggap Remeh"