Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Setitik Ilmu di Kaki Melissa



Oleh : Dodi Jaya
Setiap kali jam istirahat dia selalu mengamati Melissa duduk murung seorang diri. Adakalanya Ibu Zahra merasa kasihan melihat anak didiknya. Sosok pendiam bukan tanpa alasan. Kemurungan diri mungkin karena malu akibat bentuk fisik berbeda dengan anak seusianya. Anak itu enggan bermain. Sama sekali tidak tampak gairah dimatanya. Hari senin pukul sepuluh Bu Zahra melihat Melissa tengah murung dalam kelas, wajahnya yang lucu tertutup diantara kedua belah tangan yang menyilang diatas meja belajar. Perlahan dia menghampiri melissa, tangannya mengusap lembut tengkuk gadis itu, lalu duduk disampingnya.
“Melissa kenapa tidak main, coba lihat tuh disana. Ayo ibu temani nak,” ujar guru itu lembut, sembari menunjuk kelompok anak-anak seusianya sedang bermain di halaman sekolah.
“Melissa takut bu. Melissa disini saja” ujar gadis kecil itu masih menyembunyikan wajah diantara kedua lengannya.
“Tidak usah takut, ada bu guru” rayu bu Zahra
“Tidak mau bu, Melissa tidak mau dikatakan cacat lagi. Mereka jahat” suara pelan Melissa terdengar terisak.
Rasa iba dan simpati terhadap gadis itu tidak bisa ia sembunyikan lagi. Dia tatap sosok Gadis kecil itu lekat-lekat, semua orang tahu gadis ini berjalan tidak seperti anak-anak lain seusianya, Melissa hanya mempunyai satu kaki. Dia berjalan bertumpu pada tongkat kecil, pembelian sang ayah dari hasil jerih payah berjualan cilok disekolah.
“Mereka mengatakan melisa anak penjual cilok, melisa malu bu,” semakin keras terdengar isakan dari anak itu.
“Penjual cilok bukan pekerjaan yang hina nak. Melissa seharusnya bangga, setiap hari bapak mengantar Melissa kesekolah, menemani dan menjaga melissa” ujar bu Zahra sembari membelai rambut gadis kecil itu.
“Melissa tidak pernah pinta untuk terlahir kedunia, melissa juga tidak pinta jadi anak cacat. Tapi mengapa mereka selalu menyalahkan, bahkan yang membuat sakit mereka ikuti semua cara berjalan Melissa. Mereka katakan aku buntung bu” Melissa sesenggukan di peluknya pundak gurunya lekat-lekat.
“Bagi ibu, kamu spesial nak. Ibu tahu Melissa anak yang tegar, mampu untuk lalui semua itu. Jangan pernah balas perlakuan teman dengan kejahatan sama. Marah hanya akan membuat hidup kamu rugi, marah itu api jika api dilawan dengan api yang ada hanya akan membesar bahkan bisa saja membakar. Mengalahlah untuk menang nak. Disaat kamu sedang marah, padamkan dengan air wudhu. Insya Allah setan tidak akan pengaruhi lagi. Ayo sayang ibu bantu jalan ketempat wudhu” Ibu Zahra ulurkan tangannya. Gadis itu perlahan bangkit, berpegang erat pada tongkat dan tangan guru kelas enam itu.
***
 “Inilah aku seorang anak penjual cilok, anak cacat yang tidak pernah berhenti untuk bermimpi, berdoa dan berharap. Bahwa akupun bisa seperti yang lain. Juga terhadap ibu dan bapak guru, ucapan tulus dari anak-anaknya ini akan tetap bergema keseluruh penjuru negeri, sampai nafas penghabisan. Selama ruh masih bersemayam dalam jasad.  Hingga ketika di akherat ilmumu akan terus memenuhi setiap relung waktu mengantarkan kami ketempat lebih baik. Ucapan sekaligus doa tidak akan pernah terhenti dari mulut kami. Terimakasih Bapak Guru, terimakasih Ibu Guru. Jasa-jasamu tidak akan lekang oleh waktu. Pernah seketika itu Melissa rapuh, memandang diri Melissa rendah hanya karena terlahir berbeda diantara teman yang lain. Melissa juga pernah marah saat ketenangan hati terusik bahkan pernah berantem hanya karena tidak mau dibilang cacat. Maafkan melissa ya teman-teman selama ini aku sudah membuat kalian susah. Masih terngiang di ingatan saat itu ibu Zahra yang memberi motivasi, bahwa hidup itu terlalu sempit jika dihabiskan untuk berkeluh-kesah, terakhir aku ucapkan terimakasih tak terhingga pada bapak. Seorang ayah yang keren berjuang sendiri menemani melissa kesekolah, selama dua tahun menggendong melissa kesekolah sambil membawa gerobak ciloknya. Bapak aku sayang kamu. Melissa tidak malu karena cacat, melissa tidak malu karena punya orang tua penjual cilok. Justru melissa malu jika tidak sekolah untuk itu melissa berjanji akan menjadi anak yang rajin, sesuai permintaan bapak setelah ini melissa akan lanjut sekolah. Melissa janji untuk jadi anak berguna, mebahagiakan kedua orang tua. Buat umy disurga inilah melissa, akan tetap terus sekolah bagaimanapun kondisi melissa nanti…” gadis itu terisak seluruh yang hadir tidak kuasa untuk membendung air mata, mengenang peristiwa itu, kecelakaan maut antar bus pariwisata sekolah dengan truk bermuatan hingga merenggut nyawa ibu melissa dua tahun lalu. “… Beasiswa dari sekolah akan melissa manfaatkan sebaik mungkin terimakasih ibu. Terimakasih kepada ibu Yayasan yang telah menanggung biaya sekolah hingga nanti sampai SMA. Mudah-mudahan aku sanggup untuk terus berjuang” suara tepuk tangan bergema, tangis haru biru mengiringi acara pelepasan Melissa dan kawan-kawannya siswa dan siswi kelas 6 SD.
***
Hari melelahkan dilalui olehnya dengan penuh semangat dan rasa syukur, meski tidak mudah bergaul dalam keterbatasan namun melissa tetap percaya diri mencurahkan segenap kemampuan untuk orang-orang di sekitarnya. Gadis itu tumbuh menjadi seorang remaja cantik pandai bergaul. Hal itu menimbulkan simpati dari setiap teman di sekolahnya. Di Sekolah Menengh Pertama ini Hanya satu pelajaran yang membuat ia murung, yaitu pelajaran Olahraga terutama pada saat materi praktek di lapangan. Ingin rasanya turut serta berbaur dalam pelajaran itu, namun keterbatasan fisik membuatnya makin tenggelam dalam kesedihan jika sudah begitu semua kenangan buruk silih berganti menghantam pikirannya. Semua melintas begitu cepat. Terkenang acara perkemahan hari pramuka dirinya harus jatuh bangun memaksakan diri untuk sekedar turut serta mengikuti upacara kegiatan pramuka di tengah lapangan luas, ketika itu melissa tergopoh berusaha untuk tidak menyusahkan orang lain, tapi tetap saja kehadirannya dirasa menghambat teman seregunya.
“Ah sialan kenapa kita harus bareng dengan anak cacat itu sih, bisa kalah kita. Apa hebatnya dia sih, sebel aku.” Tanpa sengaja melissa mendengar percakapan teman-temannya ketika itu dirinya terbaring didalam tenda, tubuhnya lemah kelelahan.
“Aku tidak tahu kenapa kak pembina memperbolehkan dia ikut, akhirnya malah kita kerepotan menjaganya” sambung teman melissa lain, disitu hati gadis itu terasa di iris-iris sembilu, butir bening meleleh diantara sudut matanya.
“Hus… diam. Nanti dia bangun!” imbuh salah satu teman cowok melissa, memperingati.
“Biarkan saja, supaya tahu diri. Ambisinya itu lho terlalu besar, setiap kegiatan ekstrakurikuler harus berususan dengan kaki pincangnya!” tambah teman yang lain, sementara itu melissa didalam tenda merasakan batinnya tercabik-cabik mendengar penuturan mereka, tidak disangka sebelumnya jika dia akan di bully oleh teman sekelas. Kawan selama ini dianggap baik, disisi lain begitu membenci kehadirannya.
“Bukan pincang tapi buntung hahahahahaha” terdengar riuh tawa diantara mereka. “Cukup !!!” kelompok itu terkejut bukan main ketika terdengar teriakan keras dibalik tenda, mereka tidak sadar salah satu pembina pramuka mengawasi setiap obrolan mereka, seorang lelaki sangar berkumis dan agak gendut menghampiri.
“Tidak baik berkata begitu, melissa itu teman kalian, seharusnya kalian menjaga dan melindungi dia. Untuk berjalan saja dia tertatih dari semenjak upacara pembuka hingga ikut serta dalam kegiatan lain, pernahkah anak itu minta bantuan pada kalian. Dia berjalan memutar lapangan seorang diri tanpa bantuan siapapun, coba bayangkan kalian berkaki normal saja kelelahan apalagi melissa. Obrolan macam apa tadi itu, tidak sepantasnya seorang yang berjiwa prajamuda karana mebully temannya sendiri. Seharusnya kalian bangga, seregu dengan anak itu.” teman-teman melissa tertunduk mendengarkan ceramah kakak pembina pramuka, menyesal telah membully anak itu. Sementara itu dari dalam tenda melissa merangkak menghampiri teman-temannya.
“Semua salah aku. Maafkan teman-teman ya kak. Melissa tidak apa-apa kok. Aku anggap obrolan teman-teman tadi sebagai diskusi untuk kelompok kita. Melissa juga merasa tidak sanggup untuk lanjut ikut disemua kegiatan yang ada. Terlalu payah buat kaki melissa yang buntung ini. Mel hanya ingin kumpul bareng teman, turut serta bikin tenda, upacara dll. habiskan waktu dilapangan, makan bersama, bercengkrama di tenda-tenda semacam ini, dulu ketika kakiku tidak cacat semua kegiatan ekstrakurikuler tidak pernah terlewat, itupun bertahun-tahun yang lalu waktu masih sekolah dasar. Semenjak kecelakaan itu, kok kayaknya melissa rindu dengan kegiatan pramuka. Maka dari itu memberanikan diri untuk ikut, kalau sekiranya mengganggu kegiatan aku minta maaf. Aku hanya rindu kumpul degan teman.” Teman-teman melissa tertunduk malu mereka menyesal telah membully gadis itu.
Kenangan dua tahun lalu itu seakan-akan mencabik-cabik ingatan melissa, keaktifan disemua kegiatan justru menimbulkan keraguan dalam benaknya, bukan ragu pada kemampuan diri tapi malu pada teman-temanya, akan jadi pemandangan aneh jika gadis buntung sepertinya berada ditengah-tengah lapangan, dia tahu pasti akan jadi pusat perhatian seluruh kelas.
“Ini anak di tunggu-tunggu dari tadi malah bengong sendiri disini” seorang gadis belia berseragam kaos olahraga tiba-tiba hampiri melissa, dengan lembut menggapai tangannya kemudian menarik pelan.
“Aku belum pakai seragam ra, aku malu” jawab gadis itu pelan.
“Hai teman-teman melissa tidak mau ikut katanya dia malu!” gadis yang dipanggil ara itu tiba-tiba teriak di depan pintu kelas. Dalam sekejap teman-teman melissa berdatangan menghampiri ke dalam kelas.
“Ayo ikut, sebentar lagi kita mau renang” ujar kawan melissa
“Jangan banyak mikir ayo” ujar salah satu teman cowok melissa sambil berkedip padanya, serempak kawan-kawannya menggenggam tangan gadis itu.
“Kita berkawan bukan hanya untuk sekarang, tapi selamanya. Seorang kawan tidak akan rela membiarkan kawan lain kesepian. Persahabatan tidak akan indah jika tidak saling berbagi suka dan duka. Kami akan sedih jika salah satu dari teman dikelas tidak ikut serta. Tunggu apalagi ayo berangkat!” melissa tatap raut muka teman-temannya satu persatu tampak ketulusan diwajah mereka.
“Melissa kawan-kawan mu benar. Mereka inginkan kamu ikut serta. Kita akan berkunjung ke kolam renang umum, mobil sudah menunggu, yang lain sudah siap tinggal menunggu anak didik bapak yang satu ini yang paling rajin dan cantik.” Sirna sudah kegamangan dalam hati melissa mendengar penuturan lembut guru olahraganya. Wajahnya sedikit ceria, diangkatnya pelan tongkat kayu yang menemani dia berjalan itu, ditopangkan tubuhnya, berdiri sambil tersenyum memandang kawan-kawannya.
“Hore…Akhirnya ikut juga terimakasih sayang” ujar teman melissa sambil bergantian memeluki dirinya.
***
Jika harus pilih mungkin lebih baik kembali ke masa kecil, masa yang indah penuh canda tawa tidak pernah terlibat dengan namanya masalah. Tidak seperti saat ini ketika dia harus kenal sosok lelaki paling ia kagumi, apalah daya hati melawan jika cinta sudah bersemayam. Hatipun tidak dapat dibohongi kala pangeran cinta bertahta dalam diri. Namun agaknya itu sia-sia karena dia hanya seorang gadis cacat, bagai pungguk merindukan bulan. Cowok itu bernama frans, dia adalah ketua OSIS disekolahnya kecakapannya dalam memimpin rapat dan gaya bicara buat dirinya jatuh hati. Lambat laun rasa suka pada frans tidak bisa di sembunyikan lagi, teman-teman sekelas tahu bahwa melissa memendam perasaan terhadap frans. Begitu sebaliknya dengan lelaki itu merasa nyaman bila berada didekat gadis itu. Namun antara mereka belum pernah katakan cinta, hanya sekedar obrolan seputar kegiatan sekolah saja. Baik frans maupun Melissa selalu nyambung diajak bicara. Hal itu membuat ketidak suakaan pada salah satu kakak kelasnya nita, baik nita dan Melissa adalah gadis yang sama-sama menyukai frans demi mendegar khabar itu lantas nita mencak-mencak, dirinya tidak suka jika frans disukai wanita lain. Jelang jam istirahat dia bersama geng nya menyambangi kelas melissa.
“Ohh… Ini gadis cacat itu “ ujar nita dengan sinis tepat di depan melissa, gadis menyambut kedatangan nita dengan senyum mengembang dibibirnya.
“Eh ada kak nita, ada apakah ini, sampai repot-repot ke kelas mel.” Mendengar sambutan dari melissa, gadis bernama nita itu berkacak pinggang matanya melotot penuh kebencian.
“Ada hubungan apa kamu dengan kak frans cepat jawab!” bentak nita tanpa malu, di sekolah terkenal anak paling bandel, berwatak egois, tidak mau diatur itulah nita. Meski seorang wanita namun kelakuannya disekolah cukup membuat susah teman-teman yang tidak sehati dengannya. Mendengar keributan serta-merta kawan-kawan lain berdatangan sebagian melihat dari jendela sebgaian lagi menonton dibalik pintu kelas.
“Kak frans itu kan kakak kelas aku, trus juga ketua OSIS. Kenapa kak nita tanyakan itu padaku kak?” jawab melissa dengan mata tertunduk.
“Tidak tahu diri kamu, jalan aja pakai tongkat, berlagak suka pada cowok segala.” Ujar nita sambil melempar tongkat melissa.
“Kak, maafin melissa kalau di sekolah ini aku punya salah pada kakak” perlakuan nita membuat terpukul hati gadis itu, namun ia tidak bisa melawan hatinya terasa tercabik-cabik menerima perlakuan nita, bahkan malam harinya selalu teringat saat kakak kelasnya itu melempar tongkat miliknya.
“Ibu andai engkau nyaman disurga sana maka bawalah aku kedalam pelukanmu, aku kangen dan jika ibu bersama para malaikat, ibu aku pengen di jemput sekarang, melissa sudah lelah untuk jalani hidup, aku ingin bersamamu ibu.” Disaat seperti itu biasanya dia selalu berwudhu untuk menenangkan hati dan pikiran, tapi kali ini matanya terasa lelah, rasa kantuk menyerang secara tiba-tiba sampai dia tertidur. Dalam mimpi dia melihat frans berjalan terpincang-pincang, bukan karena kakinya cacat akan tetapi sengaja meniru cara dia berjalan bersama dengan nita, mereka terlihat bahagia sementara kehadirannya tidak dianggap.
“Astagfirullahaladziem” melissa terbangun, cepat-cepat ambil air wudhu lalu sholat isya ditambah dengan sholat tahajjud, setelahnya baca al-quran dengan suara lirih. Barulah dia rasakan pikirannya tenang. Sepintas dia ingat terjemah quran yang tadi ia baca.
(Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya QS. Albaqarah: 286) dan (Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan Qs Al Insyirah : 6)
“Ya Allah maafkan hamba. Hamba selalu berkeluh kesah atas nikmat yang engkau karuniakan. Maafkan Melissa ya Allah karena telah kufur dari nikmatmu” malam itu melissa menangis tersedu-sedan, bukan karena meratapi taqdir tapi merasa malu pada Tuhannya. Mulai saat itu dia berikrar pada diri sendiri untuk menimba ilmu lebih dalam lagi, karena masih ada celah kosong dalam jiwanya yang mudah di hinggapi setan, hingga mudah sedih, marah dan tersinggung. Untuk saat ini dia akan fokus sampai lulus kemudian lanjut kuliah.
Dia adalah melissa dan melissa adalah aku
Aku akan terus berjuang untuk membahagiakan bapak
Berjuang supaya layak bersanding dengan teman-teman hebat
Karena aku Cacat. Cacat adalah kekurangan oleh sebabnya harus ada kelebihan untuk tutupi kekurangan itu. Dengan ilmu aku bisa. Dengan ilmu aku mampu bertukar pikiran mencari teman sebanyak buih dilautan. Belajar sepenuh hati tetap tegar AKU LAKUKAN SEMUA ITU DENGAN PENUH CINTA.

Posting Komentar untuk "Setitik Ilmu di Kaki Melissa"