Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Misteri Paling Menakutkan - Siluman

Oleh : Bunga Desember

Sudah tujuh purnama, desa Mbolomati dicekam oleh kehadian makhluk jadi-jadian yang muncul ketika bulan bulat penuh. Makhluk itu mencari tumbal berupa remaja yang usianya telah melewati tujuh belas tetapi belum mencapai dua puluh. Semua warga mengaku pernah melihat siluman itu, hanya aku yang belum pernah. Ini sangat aneh. Aku sempat meragukan cerita dari mulut ke mulut tersebut, tetapi setiap kali mereka menemukan mayat yang telah kehilangan jantung dan hatinya, aku juga ikut melihatnya sendiri, sehingga mau tak mau mempercayai keberadaan makhluk itu.
Malam ketujuh purnama, seperti purnama sebelumnya. Aku berniat membuktikan keberadaan siluman pemakan jantung yang meresahkan warga. Meskipun sebelumnya selalu gagal, namun malam ini aku harus berhasil. Aku pergi ke bukit dekat hutan, yang menurut warga adalah tempat asal siluman itu muncul. Di sana ada sebuah gubuk tua, bekas pos ronda. Namun kini tak ada yang berani berjaga jika purnama tiba.

***

Kokok ayam menelusup ke telinga, membuatku terjaga. Tak lama kemudian, langit merekkah warna emas yang menyilaukan. Gubuk ini berada di lereng bukit sebelah tiimur, menghadap ke tempat matahari terbit. Indah. Aku menggeliat sembari mengumpulkan tenaga dan ingatan.
"Hm... Gagal lagi," desahku.
Di balik bukit ini ada sungai yang masih jernih airnya dan merupakan sumber kehidupan warga desa. Aku melangkahkan kaki ke sana. Aku berjalan menuju pancuran bambu, melintasi wanita yang sedang mencuci pakaian sambil berbincang.
"Kasihan, si Ningsih. Seharusnya bulan depan mereka menikah." Bi Sumi tampak murung. Disambut gidik ngeri oleh Mbah Minah dan Yu Asih.
"Ada apa dengan Ningsih, Bi?" selaku menghentikan tangan yang akan membasuh wajah dengan air pancuran.
"Lho! memangnya kamu tidak tahu, Pan? Semalam calon suami Ningsih menjadi korban siluman itu. Dia mengambil jantung Jatmiko di depan ibunya sendiri. Mengerikan."
"Hah!" Aku terbelalak. Setelah mencuci muka, aku segera melesat mencari dua temanku. Oleh warga desa, kami dijuluki 3P. Pandu, Panjul dan Polan. Biasanya aku melibatkan mereka berdua untuk memecahkan masalah. Tapi aku justru melupakan sahabatku untuk menyelidiki keberadaan siluman pemakan jantung ini.
"Njul, Lan!" Kebetulan mereka sedang berada di pos ronda perbatasan.
"Dari mana saja kau, Pan?" Mereka berdua menatapku sangsi, lalu berpandangan.
"Panjang ceritanya. Pokoknya malam ini, aku butuh kalian berdua."
"Apa?" Mereka berdua terbelalak. Aku duduk dan mulai bercerita tentang apa yang kualami. Mereka tampak menyimak dengan seksama.
"Malam ini, adalah malam purnama terakhir. Kita harus bisa mengungkap jati diri makhluk itu. Alih-alih meringkusnya!"
"Hm... Baiklah. Kita akan berusaha."
Aku lega. Berharap petaka di desa ini segera berakhir.
Matahari terbenam sempurna. Berganti cahaya bulan yang kekuningan. Aku, Panjul dan Polan telah berada di dalam gubuk di lereng bukit. Hatiku berdebar tak menentu. Malam ini aku lebih gugup dibanding malam-malam sebelumnya seorang diri. Hatiku mengatakan, malam ini siluman itu akan terungkap dan tertangkap.
Malam semakin larut. Suara cengkerik mulai menguasai bukit.
"Makhluk itu muncul bersamaan dengan lolongan anjing hutan." Polan memberi tahu dengan setengah berbisik. Sedangkan aku sedang berupaya melawan kantuk hebat yang menyerang. Tidak! Malam ini harus berhasil, tidak boleh tertidur lagi seperti kemarin-kemarin.
"Auuu...!"
Bulu kudukku berdiri. Aku hampir tidak bisa mengendalikan diri. Tubuhku gemetar di antara rasa kantuk. Aku mendekap telinga dan meringkuk di sudut balai-balai.
"Auuuu... Auuuuuu... Auuuuu...!" Meski telah menutup telinga dengan rapat, suara anjing hutan tetap terdengar sayup di telingaku. Sedangkan rasa kantuk semakin menjadi.

***
Terdengar bising seperti suara lebah dan derap kaki ramai dan jelas. Aku terpaksa membuka mata meski berat, saat kurasakan tubuh diringkus oleh tangan-tangan kekar.
Kukuruyuk...!
Suara kokok ayam terdengar lebih lirih dari biasanya. Susah payah aku mengumpulkan tenaga dan ingatan sambil merekahkan kelopak mata yang terasa lengket.

"Tak kusangka... Pantas saja dia tak pernah terlihat bila siluman itu muncul. Dia selalu pura-pura tidak tahu siapa yang tewas!" suara wanita yang tidak terlalu keras, namun sampai juga di telingaku. Aku hafal betul itu suara Yu Asih. Disusul suara jeritan dan tangis meraung-raung.
"Polaaaaaaan...!" seorang wanita paruh baya bersimpuh di sisi mayat berlumuran darah dari dada yang terkoyak. Seluruh tubuhku ngilu melihatnya. Segera kukatupkan lagi kelopak mata ini.
"Ayo, bawa makhluk jadi-jadian ini ke alun-alun desa. Dan masukkan ke dalam kerangkeng selama kita mengurus mayat Polan!" Suara Pak Lurah memberi perintah. Bersamaan dengan itu, tubuhku diseret dua pria kekar yang belum sempat kukenali wajahnya karena kepalaku langsung ditutup dengan kain.

***

"Bunuh saja!"
"Bakar!"
"Sudah banyak korban yang berjatuhan. Jangan sampai ada lagi remaja yang tewas sebagai mangsanya!"
Aku meringkuk di dalam kerangkeng besi di tengah kerumunan warga. Mereka terus bersahutan meneriakkan hukuman yang pantas untuk siluman yang telah membunuh sanak keluarga mereka. Sedangkan aku hanya bisa mendengar tanpa tenaga, menahan sengatan sinar matahari dalam sergapan rasa lapar karena perut kosong.
"Purnama sudah berakhir. Kita biarkan saja Pandu terkurung di kerangkeng ini. Tunggu sampai purnama datang, saat tubuhnya berubah wujud, baru kita bunuh dia." Keputusan Pak Lurah membubarkan kerumunan warga. Meninggalkan tubuhku di dalam kurungan besi di bawah sengatan matahari. Semua orang pergi, namun seorang wanita datang. Aku menatapnya tak percaya.
"Yu Asih...," Tubuhku sudah sangat lemah sehingga suaraku hampir tak terdengar. Wanita yang selama ini sudah seperti kakakku itu meletakkan makanan dan minuman di luar kerangkeng.
"Makanlah dulu." Dia segera berbalik, menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca. Melangkah pergi.
"Yu!" panggilku. Dia berhenti tanpa menoleh, "Di mana Panjul?"
"Dia masih trauma. Mengurung diri di kamar."
***
Bulan bersinar penuh. Suara lolongan anjing hutan memecah kesunyian. Sesosok makhluk hitam penuh bulu dan matanya yang bulat menyala merah, melotot ke arahku. Tangan berkuku runcing, menjulur melewati sela-sela ruji besi yang memagari tubuhku.
- TAMAT -
SOLO 080116

Posting Komentar untuk "Kisah Misteri Paling Menakutkan - Siluman"